Skip to main content

Angka CDS turun, dana asing di pasar SBN masih deras

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi Indonesia yang tercermin dalam angka Credit Default Swap (CDS) nampak terus turun setidaknya dalam sepekan ini. Stabilnya isu ekonomi global dan domestik dinilai menjadi pemicu risiko investasi terutama di pasar surat utang negara Indonesia menuju angka terendah.

Angka CDS tenor 5 tahun sempat menempati posisi terendah hingga di level 75,086 pada perdagangan selasa (29/10). Hingga pukul 14.15, angka CDS sudah berada di posisi 75,669. Dengan angka CDS yang di posisi rendah, hal ini juga berdampak pada aliran dana asing yang masuk di SBN pun terus bertumbuh hingga 39,15% atau senilai dengan Rp 1.057,53 triliun.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai penurunan angka CDS ini didasari oleh dua faktor yakni faktor global dan domestik.

Dari global, ia melihat pasar global stabil dengan segala isu yang sedang mereda. Selain itu, dia bilang bahwa rate yield Indonesia termasuk tinggi dibandingkan negara lainnya.

“Kalau market di luar stabil, potensi masuk ke Indonesia cukup besar karena yield-nya relatif tinggi dibandingkan negara lain,” ujar Ramdhan.

Sedangkan dari sisi domestik, Ramdhan menyampaikan data ekonomi makro Indonesia cukup stabil selama sebulan terakhir. Ia bilang hal ini ditunjukkan dengan data-data dalam negeri yang masih cukup positif dan nilai tukar rupiah yang terhitung stabil.

Hanya saja, ia mengakui bahwa masih ada data yang dinilai kurang maksimal seperti cadangan devisa dan neraca perdagangan. “Tak dipungkiri bahwa cadangan devisa dan neraca perdagangan masih menjadi titik lemah dari internal kita,” tambah Ramdhan.

Ekonom Pefindo Fikri C Permana juga sependapat bahwa negosiasi dagang AS dan China yang mereda menjadi penopang menurunnya angka CDS saat ini. Ia bilang perundingan dagang AS dan China ini mulai membaik sejak pertengahan Oktober dan ada rencana untuk dilanjutkan terjadi kesepakatan di awal November sehingga bisa semakin meredakan ketidakpastian.

“Perundingan dagang antara AS dan China masih menjadi headline utama yang mesti dipertimbangkan,” ujar Fikri.

Selain itu, Fikri juga menyebutkan beberapa faktor yang berasal dari domestik. Ia bilang ada optimisme terhadap pengelolaan keuangan domestik yang akan lebih baik lagi.

Hal ini dikarenakan terpilihnya kembali Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang dinilai bisa memiliki andil untuk mendorong pengelolaan tersebut.
Ditambah, pertumbuhan ekonomi domestik masih stabil dibandingkan dengan negara lain.

Ramdhan menilai turunnya angka CDS ini masih akan terus terjadi untuk jangka pendek hingga menengah. Ia bilang trennya masih akan terus bergerak turun karena masih ada daya tarik bagi investor.

Hanya saja, Ia berpendapat perlu melihat perkembangan yang akan terjadi terutama perihal negosiasi dagang AS-China. “Perlu diingat bahwa kondisi AS-China ini belum benar-benar damai sehingga sewaktu-waktu bisa kembali memanas,” jelas Ramdhan.

Fikri juga menambahkan aliran dana asing yang masuk ke pasar obligasi masih bisa terus bertambah seiring peluang CDS yang masih bisa turun. Ia bilang hal ini bisa terjadi jika spread SUN-US Treasury masih besar yang sampai saat ini di level 519 bps untuk tenor 10 tahun.

“Sejauh spread yield kita masih besar, inflasi dan rupiah terjaga, tampaknya dana asing masih akan masuk,” tambah Fikri.

Hingga akhir tahun, Ramdhan menilai angka CDS hingga akhir tahun bisa melanjutkan penurunan hingga level 70. Dengan tingkat persepsi risiko investasi seperti itu, Ia juga menyebutkan aliran dana asing yang masuk ke pasar SBN bisa mencapai 40%.

Sedangkan Fikri berpendapat angka CDS masih bisa berada di rentang 70-80 hingga akhir tahun dan aliran dana asing yang masuk ke SBN masih bisa bertambah Rp 20 triliun.


Tulisan diatas dapat dilihat pada tautan berikut:
https://investasi.kontan.co.id/news/angka-cds-turun-dana-asing-di-pasar-sbn-masih-deras



Comments

Popular posts from this blog

Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997)_Review

Thomas M. Humphrey Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997) Terdapatnya hubungan antara market price dengan money’s value in terms of goods Quantity Theory of Money Demand Fisher mecoba menjelaskan hubungan antara total quantity of money (M) dan jumlah total spending terhadap final goods and services yang diproduksi dalam perekonomian (yang dipengaruhi oleh tingat harga, P; dan aggregate output,Y). Sementara velocity of money (V) merupakan total spending (P×Y) dibagi quantity of money (M), atau; Saat money market berada di equilibrium (M = Md), menggunakan k sebagairepresentasi dari 1/V (constant); Fisher juga menjelaskan bahwa demand for money dipengaruhi oleh; 1) Oleh evel transaksi disebabkan oleh level of nominal income (PY) 2) Oleh institusi dalam perekonomian yang disebabkan oleh bagaimana masyarakat melakukan transaksi (yang akan mempengaruhi V, dan seterusnya, k) Fisher; public’s real demand for money terutama mengacu pada domestic price level Wicksell; non-monetary de...

test-test existing of philips curve in Indonesia

Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I.    p = m + g p e + d Ygap + ε     Keterangan;       p ;            inflasi actual p e ;          ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ;    GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1.                 Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11   Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.   ...

Investor Takut, Penawaran di Lelang SUN Menciut

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran investor terhadap penanganan penyebaran COVID-19 di Indonesia membuat jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) kian menciut. Dalam lelang yang digelar hari ini, Selasa (14/4/2020), total penawaran yang masuk mencapai Rp27,65 triliun. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang tahun berjalan. Total nominal yang dimenangkan pemerintah dalam lelang tersebut mencapai Rp16,88 triliun. Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan angka penawaran yang rendah dalam lelang SUN hari ini disebabkan kekhawatiran investor terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Terlebih, berbagai upaya yang dilakukan belum membuat kurva penyebaran melandai. “Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang risiko perekonomian dan recovery Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/4/2020). Fikri menilai minimnya penawaran yang masuk dalam lelang SUN bukan disebabkan oleh risk appetite. Menurutnya, SUN semestikan r...