Skip to main content

Penjualan ORI016 Rendah, Investor Masih Cari Bunga Tinggi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjualan obligasi negara ritel (ORI) seri ORI016 tercatat tidak memenuhi target yang ditetapkan pemerintah. Instrumen investasi tersebut hanya mampu menyerap dana Rp 8,2 triliun dari target yang dipatok Rp 9 triliun.

Analis Pefindo Fikri C Permana menilai rendahnya penyerapan ORI016 tersebut dikarenakan bunga yang ditawarkan jauh lebih rendah dari seri sebelumnya. Untuk ORI016, pemerintah menawarkan yield 6,8 persen, sedangkan yield yang ditawarkan untuk ORI015 mencapai 8,25 persen.

 "Karenanya mungkin ini mengakibatkan jumlah penjualannya juga sedikit, hampir mirip dengan ORI014 yang diterbitkan di 2017 mungkin ya," kata Fikri, Selasa (29/10).

Menurut Fikri, investor saat ini masih cenderung mencari instrumen investasi yang memberikan bunga tinggi. Fikri melihat, fitur tradeable ORI016 masih belum cukup mampu menarik investor untuk membeli instrumen ini.

"Kebiasaan SBN ritel untuk hold to maturity, sehingga akan jarang sekali diperdagangkan sehingga nilai perdagangan sekundernya juga sangat kecil," tutur Fikri.

Agar bisa menyerap lebih banyak dana, Fikri menyarankan agar pemerintah kedepannya tetap memperhatikan besaran kupon atau suku bunga yang ditawarkan. Selain itu, diperlukan juga perluasan jangkauan konsumen khususnya melalui literasi keuangan kepada masyarakat yang lebih luas.

Fikri berharap pemerintah juga melakukan pendalaman pasar untuk meramaikan pasar sekunder SBN ritel. Sehingga selain untuk motif investasi, SBN juga bisa berfungsi layaknya uang konvensional, utamanya sabagai alat transaksi (transaction motive) atau untuk motif berjaga-jaga (precautionary).

Senada, analis PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menilai hasil penerbitan ORI016 yang sedikit dibawah target penerbitan turut dipengaruhi oleh tingkat imbal hasil yang ditawarkan kepada investor. "Memang penurunan tingkat imbal hasil juga dipengaruhi oleh kondisi pasar dimana tren penurunan imbal hasil terjadi sejak awal tahun 2019," terang Made.

Namun demikian, Made melihat, masih ada prestasi yang dicapai dari penerbitan ORI016 kali ini. Pasalnya, pesanan di dominasi dengan nominal Rp1 juta - Rp100 juta. Artinya, tingkat keritelan semakan besar sehingga dana distribusi nasabah pun semakin banyak.

Menurut Made, ini dikarenakan saluran distribusi yang sekarang sudah ditawarkan secara online. "Dan memang ini berhasil dengan meningkatnya keritelan pemesanan," ungkap Made.

Selain itu, holding periode juga lebih cepat dari sebelumnya, sehingga investor bisa memperdagangkannya di pasar sekunder dengan lebih cepat. Sebelumnya, investor harus menahan hingga dua bulan untuk dapat menjualnya kembali setelah distribusi.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Ditjen PPR) mencatat, hasil penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI016 adalah Rp 8,21 triliun. Pencapaian tersebut di bawah target indikatif yang ditetapkan pemerintah, Rp 9 triliun.

Volume penjualan ORI016 juga berada di bawah pencapaian ORI015 yang diterbitkan setahun lalu, yakni meraup Rp 23,28 triliun dengan tingkat kupon saat itu 8,25 persen. Sampai dengan diterbitkannya ORI016, total realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun 2019 mencapai Rp 48,43 triliun atau meningkat 5,3 persen apabila dibandingkan penerbitan SBN ritel pada 2018.

Dalam penjualan ORI016, sebanyak 72,8 persen dari total 18.336 investor merupakan investor baru. Menurut Ditjen PPR, kemudahan membeli ORI016 secara online menjadi daya tarik para investor baru tersebut.


Tulisan diatas dapat dilihat pada tautan berikut:
https://republika.co.id/berita/q04qtf383/penjualan-ori016-rendah-investor-masih-cari-bunga-tinggi

Comments

Popular posts from this blog

Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997)_Review

Thomas M. Humphrey Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997) Terdapatnya hubungan antara market price dengan money’s value in terms of goods Quantity Theory of Money Demand Fisher mecoba menjelaskan hubungan antara total quantity of money (M) dan jumlah total spending terhadap final goods and services yang diproduksi dalam perekonomian (yang dipengaruhi oleh tingat harga, P; dan aggregate output,Y). Sementara velocity of money (V) merupakan total spending (P×Y) dibagi quantity of money (M), atau; Saat money market berada di equilibrium (M = Md), menggunakan k sebagairepresentasi dari 1/V (constant); Fisher juga menjelaskan bahwa demand for money dipengaruhi oleh; 1) Oleh evel transaksi disebabkan oleh level of nominal income (PY) 2) Oleh institusi dalam perekonomian yang disebabkan oleh bagaimana masyarakat melakukan transaksi (yang akan mempengaruhi V, dan seterusnya, k) Fisher; public’s real demand for money terutama mengacu pada domestic price level Wicksell; non-monetary de...

test-test existing of philips curve in Indonesia

Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I.    p = m + g p e + d Ygap + ε     Keterangan;       p ;            inflasi actual p e ;          ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ;    GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1.                 Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11   Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.   ...

Investor Takut, Penawaran di Lelang SUN Menciut

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran investor terhadap penanganan penyebaran COVID-19 di Indonesia membuat jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) kian menciut. Dalam lelang yang digelar hari ini, Selasa (14/4/2020), total penawaran yang masuk mencapai Rp27,65 triliun. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang tahun berjalan. Total nominal yang dimenangkan pemerintah dalam lelang tersebut mencapai Rp16,88 triliun. Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan angka penawaran yang rendah dalam lelang SUN hari ini disebabkan kekhawatiran investor terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Terlebih, berbagai upaya yang dilakukan belum membuat kurva penyebaran melandai. “Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang risiko perekonomian dan recovery Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/4/2020). Fikri menilai minimnya penawaran yang masuk dalam lelang SUN bukan disebabkan oleh risk appetite. Menurutnya, SUN semestikan r...