Skip to main content

Penerbitan SBN lewat private placement cenderung melambat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau menjadi fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan investor tertentu, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) melalui private placement cenderung melambat di empat bulan pertama tahun 2019.

Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu, sejak awal tahun hingga 23 April lalu baru ada 4 seri SBN yang diterbitkan lewat mekanisme private placement dengan nilai kumulatif sebesar Rp 5,64 triliun.

Padahal, di kuartal empat tahun lalu, pemerintah cukup gencar menerbitkan SBN lewat private placement. Tercatat ada 8 seri SBN dengan total nilai Rp 12 triliun yang terbit melalui private placement.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menyampaikan, rendahnya frekuensi dan nilai private placement SBN sejauh ini lebih disebabkan oleh target dan realisasi penerbitan SBN yang tergolong tinggi melalui lelang secara reguler.

Hal ini sejalan dengan kebijakan front loading yang dilakukan oleh pemerintah dengan lebih menggenjot penerbitan SBN di semester pertama.

Padahal, di kuartal empat tahun lalu, pemerintah cukup gencar menerbitkan SBN lewat private placement. Tercatat ada 8 seri SBN dengan total nilai Rp 12 triliun yang terbit melalui private placement.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menyampaikan, rendahnya frekuensi dan nilai private placement SBN sejauh ini lebih disebabkan oleh target dan realisasi penerbitan SBN yang tergolong tinggi melalui lelang secara reguler.

Hal ini sejalan dengan kebijakan front loading yang dilakukan oleh pemerintah dengan lebih menggenjot penerbitan SBN di semester pertama.

Sebagaimana diketahui, di kuartal satu lalu pemerintah menargetkan penerbitan SBN lewat lelang sebesar Rp 185 triliun. Ternyata, realisasi yang didapat jauh lebih besar yakni Rp 221,62 triliun.

“Wajar pemerintah tidak sering melakukan private placement di awal tahun. Investor pun sejauh ini masih antusias masuk ke lelang reguler dengan nilai penawaran yang besar,” terang dia, Rabu (24/4) lalu.

Kondisi berbeda terjadi di kuartal empat tahun lalu yang mana lelang SBN reguler hanya berlangsung hingga bulan November. Alhasil, kelompok investor institusi yang belum sempat memenuhi syarat penempatan dana di SBN mengajukan private placement ke pemerintah.

Penurunan aktivitas private placement SBN sejatinya tidak mempengaruhi pergerakan yield atau harga Surat Utang Negara (SUN) di pasar sekunder.

Pasalnya, seri-seri yang diterbitkan dengan cara tersebut umumnya jarang diperdagangkan di pasar sekunder seperti seri non acuan atau seri yang jarang diikutsertakan dalam lelang.

Justru, kondisi pasar obligasi domestik yang pada akhirnya menentukan proses private placement SBN. “Saat yield SUN turun, maka posisi tawar pemerintah dalam memenangkan yield dan penyesuaian syarat-syarat private placement kepada investor akan meningkat,” ungkap Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana, Rabu silam.

Senada, Made menilai, di tengah tren penurunan yield SUN sejak awal tahun, pemerintah dengan modal posisi tawar yang kuat cenderung mengabulkan permintaan private placement SBN untuk seri-seri tenor panjang.

Sebab, pemerintah berkesempatan memperoleh dana yang lebih besar dari investor lewat penerbitan SBN tenor panjang lewat private placement. Lagi pula, seiring masih stabilnya pasar obligasi, investor juga tak keberatan membeli seri-seri tenor panjang.

Lebih lanjut, Fikri memperkirakan ruang penerbitan SBN lewat private placement yang lebih marak masih cukup terbuka dalam beberapa waktu ke depan.

Ini mengingat kebutuhan pemerintah untuk memenuhi pembiayaan APBN tahun 2019 masih cukup tinggi. Apalagi, sampai salah satu sumber pendapatan pemerintah yaitu pajak masih melambat.

Di sisi lain Made meyakini, seiring jadwal lelang SBN reguler masih banyak dan minat investor untuk mengikuti lelang masih tinggi, pemerintah belum akan jor-joran menerbitkan SBN lewat private placement.

“Untuk saat ini, kalau pemerintah butuh dana kemungkinan akan cenderung memanfaatkan fasilitas lelang biasa yang lebih kompetitif,” terangnya.



Tulisan diatas juga dapat dibaca pada tautan berikut:

Comments

Popular posts from this blog

Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997)_Review

Thomas M. Humphrey Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997) Terdapatnya hubungan antara market price dengan money’s value in terms of goods Quantity Theory of Money Demand Fisher mecoba menjelaskan hubungan antara total quantity of money (M) dan jumlah total spending terhadap final goods and services yang diproduksi dalam perekonomian (yang dipengaruhi oleh tingat harga, P; dan aggregate output,Y). Sementara velocity of money (V) merupakan total spending (P×Y) dibagi quantity of money (M), atau; Saat money market berada di equilibrium (M = Md), menggunakan k sebagairepresentasi dari 1/V (constant); Fisher juga menjelaskan bahwa demand for money dipengaruhi oleh; 1) Oleh evel transaksi disebabkan oleh level of nominal income (PY) 2) Oleh institusi dalam perekonomian yang disebabkan oleh bagaimana masyarakat melakukan transaksi (yang akan mempengaruhi V, dan seterusnya, k) Fisher; public’s real demand for money terutama mengacu pada domestic price level Wicksell; non-monetary de...

test-test existing of philips curve in Indonesia

Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I.    p = m + g p e + d Ygap + ε     Keterangan;       p ;            inflasi actual p e ;          ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ;    GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1.                 Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11   Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.   ...

Investor Takut, Penawaran di Lelang SUN Menciut

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran investor terhadap penanganan penyebaran COVID-19 di Indonesia membuat jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) kian menciut. Dalam lelang yang digelar hari ini, Selasa (14/4/2020), total penawaran yang masuk mencapai Rp27,65 triliun. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang tahun berjalan. Total nominal yang dimenangkan pemerintah dalam lelang tersebut mencapai Rp16,88 triliun. Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan angka penawaran yang rendah dalam lelang SUN hari ini disebabkan kekhawatiran investor terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Terlebih, berbagai upaya yang dilakukan belum membuat kurva penyebaran melandai. “Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang risiko perekonomian dan recovery Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/4/2020). Fikri menilai minimnya penawaran yang masuk dalam lelang SUN bukan disebabkan oleh risk appetite. Menurutnya, SUN semestikan r...