Skip to main content

Keuntungan Investasi Obligasi Korporasi Masih Unggul

Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja return obligasi korporasi masih konsisten mengungguli kinerja obligasi negara sepanjang tahun ini, melanjutnya tren yang terjadi sejak tahun lalu.

Berdasarkan data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), per Rabu (20/3/2019) indeks obligasi korporasi INDOBeX-C Total Return tumbuh 3,88% ytd, masing lebih unggul dibandingkan indeks obligasi negara INDOBeX-G Total Return  yang tumbuh 3,81% ytd.

Kinerja ini masih melanjutkan tren yang terjadi sejak tahun lalu. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kinerja indeks obligasi korporasi bahkan jauh lebih unggul lagi dibandingkan obligasi negara.

INDOBeX-C Total Return berhasil tumbuh 6,96% yoy, sedangkan INDOBeX-G Total Return hanya tumbuh 2,24% yoy.

Fikri C. Permana, Ekonomi Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), mengatakan bahwa secara umum investor pasar surat utang sebenarnya lebih meminati instrumen surat utang negara (SUN), sebab minim risiko.

Namun, obligasi korporasi tampaknya sedang lebih menarik saat ini. Selain bahwa kupon dan yield obligasi korporasi lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi negara, investor juga melihat ada potensi penurunan yield obligasi negara saat ini bila menimbang perkembangan kondisi ekonomi global terkini.

Ekspektasi penurunan yield terutama ditopang oleh potensi melambatnya laju kenaikan suku bunga acuan The Fed tahun ini. Hal ini kemungkinan mendorong penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia serta menjaga arus modal keluar tidak terlalu besar. Ini akan mendorong turunnya yield SUN.

“Investor melihat potensi itu sehingga mereka berpikir untuk mengambil obligasi korporasi dengan yield tinggi sekarang dari pada menunggu beberapa waktu ke depan hingga yield turun. Perilaku investor cenderung rasional oportunistik,” katanya, Rabu (20/3/2019).

Selain itu, obligasi korporasi didominasi oleh investor domestik yang cenderung lebih banyak memperhatikan indikator ekonomi domestik. Ini berbeda dibandingkan obligasi negara, sebab 38% outstanding-nya dimiliki asing sehingga lebih sensitif terhadap isu global.

Saat ini, indikator makro ekonomi domestik jauh lebih stabil, sedangkan ekonomi global masih terombang-ambing ketidakpastian kebijakan The Fed dan perang dagang. Ini menyebabkan volatiltias obligasi negara lebih tinggi dibandingkan obligasi korporasi.

Fikri menilai, ada potensi kinerja obligasi korporasi akan tetap konsisten lebih unggul hingga akhir tahun ini. Namun, secara umum likuiditas di pasar SUN jauh lebih tinggi sebab kapasitasnya masih lebih tinggi.

Ezra Nazula, Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Asset Management Indonesia, tetap memfavoritkan obligasi negara hingga akhir tahun ini, sebab didukung oleh ekspektasi kondisi pasar yang akan lebih membaik di masa mendatang, baik karena dovish-nya The Fed maupun stabilnya makro ekonomi domestik.

Dirinya memperkirakan hingga akhir tahun ini yield SUN 10 tahun masih berpotensi turun di rentang 7% - 7,75%. Adapun, pada Rabu (20/3/2019)  yield SUN 10 tahun sudah berada di 7,684%.

“Untuk portofolio yang memiliki keleluasaan investasi pada obligasi korporasi, tentunya kami akan tetap memiliki keseimbangan antara obligasi pemerintah yang digunakan untuk price appreciation beserta obligasi korporasi yang digunakan untuk yield pickup di portofolio,” katanya.

Enry Danil, Head of Fixed Income Syailendra Capital, mengatakan bahwa kinerja indeks obligasi korporasi yang lebih tinggi dibandingkan obligasi negara sebenarnya cukup mengherankan, sebab durasi obligasi negara umumnya lebih panjang dengan rentang yield lebih tinggi serta tingkat capital gain yang lebih besar.

Dirinya memperkirakan unggulnya obligasi korporasi  disebabkan karena kuponnya mengungguli capital gain obligasi negara. Tahun lalu, harga obligasi negara memang turun tajam, tetapi di awal tahun ini sedikit meningkat.

“Ketika pasar lebih bullish nanti, harusnya obligasi negara akan berkinerja lebih baik karena capital gain-nya lebih banyak,” katanya.

Syalendra sendiri masih tetap memfavoritkan obligasi negara dalam racikan portofolio investasinya, sebab likuiditas obligasi negara jauh lebih baik. Syailendra memperkirakan tingkat return obligasi negara tahun ini bisa mencapai antara 8% - 10%.

Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan bahwa obligasi korporasi memiliki cukup banyak daya tarik dibandingkan obligasi negara, antara lain yield dan kupon hampir selalu lebih tinggi serta didukung oleh volatilitas harga yang rendah.

Dari sisi return yang dihasilkan dari kupon saja, sudah pasti obligasi korporasi akan lebih unggul sebab instrumen ini lebih berisiko dibandingkan obligasi negara. Namun, saat ini juga instrumen ini masih relatif menghadapi tantangan penurunan pasokan ketika sebagian emiten menahan diri karena sentimen pemilu.

Dirinya menilai, bila tujuan emisi obligasi korporasi adalah untuk ekspansi, sekarang justru merupakan saat yang tepat untuk menerbitkan surat utang. Pasalnya, ketidakpastian global mulai mereda, baik itu kebijakan The Fed maupun perang dagang.

“Sekarang imbal hasil SUN sudah di bawah 8%, ini saat yang baik bagi korporasi untuk terbitkan obligasi,” katanya.




Tulisan tersebut juga dapat diakses pada tautan berikut:

Comments

Popular posts from this blog

Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997)_Review

Thomas M. Humphrey Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997) Terdapatnya hubungan antara market price dengan money’s value in terms of goods Quantity Theory of Money Demand Fisher mecoba menjelaskan hubungan antara total quantity of money (M) dan jumlah total spending terhadap final goods and services yang diproduksi dalam perekonomian (yang dipengaruhi oleh tingat harga, P; dan aggregate output,Y). Sementara velocity of money (V) merupakan total spending (P×Y) dibagi quantity of money (M), atau; Saat money market berada di equilibrium (M = Md), menggunakan k sebagairepresentasi dari 1/V (constant); Fisher juga menjelaskan bahwa demand for money dipengaruhi oleh; 1) Oleh evel transaksi disebabkan oleh level of nominal income (PY) 2) Oleh institusi dalam perekonomian yang disebabkan oleh bagaimana masyarakat melakukan transaksi (yang akan mempengaruhi V, dan seterusnya, k) Fisher; public’s real demand for money terutama mengacu pada domestic price level Wicksell; non-monetary de...

test-test existing of philips curve in Indonesia

Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I.    p = m + g p e + d Ygap + ε     Keterangan;       p ;            inflasi actual p e ;          ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ;    GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1.                 Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11   Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.   ...

Investor Takut, Penawaran di Lelang SUN Menciut

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran investor terhadap penanganan penyebaran COVID-19 di Indonesia membuat jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) kian menciut. Dalam lelang yang digelar hari ini, Selasa (14/4/2020), total penawaran yang masuk mencapai Rp27,65 triliun. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang tahun berjalan. Total nominal yang dimenangkan pemerintah dalam lelang tersebut mencapai Rp16,88 triliun. Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan angka penawaran yang rendah dalam lelang SUN hari ini disebabkan kekhawatiran investor terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Terlebih, berbagai upaya yang dilakukan belum membuat kurva penyebaran melandai. “Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang risiko perekonomian dan recovery Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/4/2020). Fikri menilai minimnya penawaran yang masuk dalam lelang SUN bukan disebabkan oleh risk appetite. Menurutnya, SUN semestikan r...