Kenapa semenjak awal pertengahan Februari 2015 terjadi penurunan yield obligasi pemerintah, sementara corporate
berlaku sebaliknya?
1. Terkait
obligasi pemerintah
a.
Dari sisi dalam negeri:
a.1. Optimisme pasar akan
perekonomian Indonesia di 2015.
Dengan
target inflasi yang dipatok BI di awal tahun (4%, +/- 1%) jauh lebih rendah
dari realisasi akhir tahun 2014 (mencapai 8,36%) menyebabkan investor
meramalkan penurunan BI rate ke tingkat yang lebih rendah. Sementara itu,
defisit transaksi perdagangan dan deficit APBN yang menurun, ditambah dengan
ekspektasi bahwa BI akan bersikap pro-growth di 2015 mendorong penurunan BI
rate. Dan ternyata di 17 februari, BI memang menurunkan suku bunga sebesar 25
bps.
a.2. Nilai tukar rupiah yang terus
mengalami depresiasi terhadap USD semenjak pertengahan Februari mendorong
investor mencari instrument safe heaven (salah satunya obligasi pemerintah atau
SUN).
Kedua hal tersebut (a.1 dan a.2)
menyebabkan investor melihat ini sebagai momentum mengejar instrument SUN (dan
juga menjadikannya sebagai sumber pembiayaan ke depan). Akibatnya terjadi
overdemand SUN semenjak pertengahan februari.
-
Tgl Februari 2015 : Permintaan Sun sebesar
Rp.36,1 Trilyun, sementara yang diserap pemerintah sebesar Rp. 12 Trilyun
-
Pada 3 Maret 2015 : Permintaan obligasi
mencapai Rp. 22,84 trilyun, sementara pemerintah hanya menyerap Rp. 10 trilyun.
b.
Dari sisi luar negeri : optimisme akan kondisi
ekonomi global (diindikasikan dengan inflasi yang lebih terjaga sehingga
ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi), akibatnya:
-
Beberapa bank sentral di dunia melakukan
penurunan suku bunga acuan mereka:
o Pada
21 Januari 2015; Kanada menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps
o Pada
1 Maret 2015; China menurunkan suku bunga acuan sebesar
o Pada
3 Maret 2015; China menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps
Kembali, penurunan
suku bunga acuan ini menyebabkan penurunan obligasi di negara-negara tersebut.
-
Sementara itu, Uni Eropa yang akan melakukan QE
yang rencananya akan dimulai dari pertengahan Maret juga menyebabkan penurunan
yield obligasi mereka, bahkan pada tingkat negative (minus 0,25%) untuk jangka
dibawah 2 tahun, dan 0% untuk jangka 5 tahun.
-
Disamping itu, Amerika Serikat sendiri belum
memutuskan kapan akan menaikkan tingkat suku bunga The Fed. Disamping data
perekonomian mereka yang diindikasikan dengan data pengangguran mereka yang
jauh lebih rendah dari ekspektasi menyebabkan tekanan pada pasar obligasi
mereka.
Ketiga hal diatas menyebabkan
sentimen akan penurunan obligasi pemerintah di pasar global.
Gabungan sisi dalam dan luar negeri ini menyebabkan investor mulai memburu
obligasi sebagai instrument safe heaven, sehingga terjadi over demand SUN dan
penurunan yield malah melebihi BI rate yang hanya turun 25 bps. Karenanya
penurunan yield SUN dalam pekan lalu tercatat sbb:
·
SUN FR69 (tenor 5 tahun) turun 0,28%
·
SUN FR70 (tenor 10 tahun) turun 0,32%
·
SUN FR71 (tenor 15 tahun) turun 0,31%
·
SUN FR68 (tenor 20 tahun) turun 0,28%
2. Terkait
obligasi Korporat
Adanya sentimen dan analis yang
percaya bahwa di 2015 akan banyak korporasi yang melakukan penerbitan obligasi.
Pemilihan obligasi dikarenakan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman bagi
korporasi dari obligasi dibandung penerbitan saham baru yang harus menyiapkan
injeksi modal terlebih dahulu.
Selain itu, dengan obligasi
korporasi yang jatuh tempo pada tahun ini sebesar Rp. 34 trilyun, akan
mendorong korporasi kembali menerbitkan obligasi baru.
Sehingga diperkirakan obligasi baru
yang aka nada di tahun 2015 akan sejumlah Rp. 50 trilyun.
Tawaran obligasi yang begitu besar
dianggap oversupply oleh pasar. Sehingga korporasi yang berencana menghimpun
dana dari pasar hendaknya menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi. Hal ini
ditambah dengan return IHSG yang semakin tinggi (sebesar 22%) di tahun lalu
menyebabkan perebutan dana investor dari obligasi semakin ketat.
Ini hasil jawaban gw atas pertanyaan atasan tadi pagi ya.
Di post di meja samping jendela, lantai 7
9 Maret 2015
16.30 WIB
Comments