(ataupun penyedia jasa) di sepanjang waktu, saat
berinteraksi dengan konsumen (ataupun nasabah). Hal ini semata agar hubungan
yang terjalin dapat bersifat jangka panjang (long-term).
Pada awalnya sendiri, konsep relationship marketing berangkat dari suatu konsep marketing dalam lingkup antar
instansi/perusahaan (B to B marketing),
dimana fokus yang dituju bukanlah jumlah sales
ataupun jumlah transaksi, tapi lebih pada tingkat ingatan/perhatian konsumen
terhadap produk (customer retention)
dan tingkat kepuasan konsumen (customer
satisfaction) sehingga mampu menimbulkan loyalitas (loyalty) dan jaringan
(networking) yang lebih luas.
Pada 1990-an, relationship
marketing semakin meluas, sehingga dikenal dengan suatu konsep untuk
mengenal kebutuhan, keinginan dan ekspektasi spesifik dari konsumen dari
horizon jangka waktu pendek (short-term)
menuju jangka waktu yang lebih panjang (medium
and long-term).
Secara spesifik, hal ini tergambar dalam pernyatan Pathmarajah (1993) yang
|
 |
menyatakan bahwa relationship marketing
menandakan perubahan dari pola mass-marketing
kepada cara niche-marketing (cara marketing yang lebih spesifik pada
masing-masing konsumen), sehingga nantinya akan mampu menciptakan hubungan
yang saling menguntungkan (profitable),
personal, profesional dan bersifat jangka panjang.
Semenjak tahun 2000-an, khususnya seiring dengan
perkembangan teknologi dan media komunikasi, konsep relationship marketing pun turut semakin meluas. Sehingga tidak mengherankan
pula jika konsep ini mulai bertransformasi pada konsep marketing communication, atau media dan cara menyampaikan program
marketing yang hendak disampaikan
kepada calon (ataupun existing)
konsumen. Sehingga istilah relationship
marketing pun semakin berkembang dan bertransformasi ke dalam bentuk marketing program (berupa outbond-marketing dan inbound-marketing), namun tentunya
tetap berpegang pada value-added
berupa pengenalan nasabah secara lebih spesifik.
|
Marketing
Program (Outbond VS Inbound Marketing)
Layaknya hubungan yang horizontal (horizontal relationship) sesama
manusia, bentuk marketing program berupa outbond
ataupun inbound marketing lebih
merujuk pada bagaimana dan cara yang ditempuh oleh produsen (ataupun penyedia
jasa) dalam berinteraksi dengan para
konsumen (ataupun nasabah)-nya. Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa
baik inbound maupun outbond marketing lebih dibedakan pada
bagaimana cara dan media berkomunikasi yang dipilih dalam menyampaikan
informasi yang ingin disebarluaskan oleh produsen (atau penyedia jasa) pada
konsumen (ataupun nasabah) mereka.
Secara sederhana, outbond marketing
dapat diartikan sebagai suatu proses proaktif dalam menemukan, mempromosikan
dan berinteraksi dengan konsumen potensial agar mereka memiliki ketertarikan
untuk seterusnya melakukan pilihan untuk meng-konsumsi (ataupun melakukan akuisisi)
terhadap produk yang ditawarkan. Bentuk marketing
seperti ini merupakan bentuk marketing
yang relatif tradisional dan sudah mahfum dilihat sedari dulu. Menggunakan
tenaga marketing dengan mendatangi konsumen
potensial secara face to face, membuat
dan menyebarluaskan iklan di TV serta radio, mengirimkan email blast, pengiriman surat promo ke alamat yang bersangkutan, menggunakan
telemarketing dalam menghubungi konsumen, ataupun aktivitas public relation lainnya merupakan
beberapa contoh outbond marketing
yang sudah lazim dilakukan. Secara sederhana, hal yang paling men-ciri-kan outbond marketing ini adalah interaksi
yang lebih bersifat satu arah (one-way)
dari produsen (atau penyedia jasa) ke konsumen (ataupun nasabah) eksisting dan
potensial mereka.
Sebaliknya, inbound
marketing relatif dapat diartikan sebagai bentuk promosi produk dengan
mengharapkan adanya respon (getting
found) ataupun tindakan pro-aktif dari konsumen potensial, dengan konten
promosi yang biasanya relatif menggambarkan kualitas suatu produk ataupun
bentuk advokasi kepada para konsumen potensial tersebut. Bentuk marketing seperti ini dapat
dicontohkan berupa white-paper,
promosi berbentuk interaksi (ataupun quiz) di sosial media (twitter,
facebook,LinkedIn ataupun blog), dan bentuk lainnya. Dan karena inbound marketing mengharapkan adanya
respon oleh konsumen, maka tidak heran bila hal utama yang mencirikan bentuk marketing ini adalah adanya interaksi
dua arah yang timbul antara konsumen dengan produsen (ataupun penyedia jasa).
|
|
Karena bentuk,
nature, keunggulan dan perilaku (ataupun target) konsumen yang berbeda-beda,
maka tidak heran bila kedua bentuk
marketing program tersebut hendaknya bersifat komplementer (saling
melengkapi) satu sama lain, bukannya malah bersifat saling mengkerdilkan (inferior). Bagaimanapun jika berbicara
lama (waktu) pencapaian dan hasil nyata yang dapat dilihat dari cara marketing program, outbond marketing dirasa akan lebih
unggul dibanding inbound marketing.
Sementara jika melihat dari biaya (cost)
yang dikeluarkan dan tenaga (effort)
yang dikeluarkan dalam menggaet konsumen, tentunya inbound marketing akan relatif lebih efisien dibanding outbond marketing.
Marketing Program dan Relationship Marketing
Sesuai dengan konsep relationship marketing yang lebih mengedepankan pada pengenalan
secara spesifik konsumen (baik eksisting maupun potensial), tentunya akan
lebih baik jika marketing program
yang dilakukan pun diarahkan pada tujuan akan terciptanya satisfaction (kepuasan) dan loyalty (loyalitas) nasabah di masa
ini dan masa depan, sehingga networking yang dihasilkan pun semakin
maksimal. Walau hasil yang didapatkan bukanlah dalam bentuk hal yang instan
dan terkadang hanya terukur secara samar (karena tidak adanya tambahan
macam/bentuk ataupun nilai produk yang digunakan secara langsung), tetapi
lebih pada konsistensi hubungan kedua belah pihak (konsumen-produsen) dan networking yang semakin berkembang, atau
bahkan mungkin saja dapat mengembalikan konsumen yang sebelumnya telah
berpaling (get back). Mengingat
perlunya hal ini, maka tidak mengherankan bila terkadang marketing program yang digunakan oleh para marketer adalah networking
(ataupun pihak yang bekerjasama) dengan mereka, dibanding dengan keunggulan
produk yang mereka punya, terlebih di dalam industri yang bersifat jasa
(misal: perbankan, perdagangan, konsultan, dll).
Adapun bentuk hubungan yang terbentuk antara
produsen dan konsumen dalam kaitannya dengan loyalitas mereka, kira-kira
dapat digambarkan pada gambar di bawah. Pertama, hubungan antara konsumen dan
produsen (ataupun penyedia jasa) tentunya terbentuk dikarenakan adanya
interaksi berupa marketing program.
Marketing program, baik dalam
bentuk iklan di TV dan radio (atau dinamakan dengan outbond marketing), serta melalui inisiatif konsumen ataupun nasabah
nya sendiri (ataupun inbound marketing)
inilah yang menimbulkan awareness
(tahu) dari konsumen. Jika hal ini terjadi secara berkelanjutan dan membekas
di ingatan konsumen, maka tahapan berikutnya dari customer journey akan beranjak pada tahapan retention (ingat).
|

|
Setelah tahapan
aware (tahu) dan retention
(ingat), maka proses selanjutnya bagi produsen adalah menarik dan menyakinkan
konsumen untuk melakukan konsumsi (ataupun akuisisi) terhadap produk yang
ditawarkan. Jika produk tersebut dirasa sesuai dengan needs and wants (kebutuhan dan keinginan) konsumen, apalagi
secara spesifik, tentu hal ini akan semakin mempermudah konsumen tertarik
dengan produk tersebut, untuk selanjutnya terciptalah proses konsumsi (atau
akuisisi). Dalam proses konsumsi ini, tentunya akan menimbulkan efek puas (satisfied) atau kurang puas /tidak
puas (unsatisfied) dari konsumen.
Tingkat kepuasan (baik satisfied
dan unsatisfied) sendiri merupakan
suatu proses untuk mengukur apakah produk tersebut sesuai/kurang/tidak sesuai
dengan ekspektasi konsumen saat awal memutuskan apakah akan melakukan
konsumsi. Saat seorang konsumen merasa satisfied,
tahapan berikutnya adalah menjadikan konsumen tersebut untuk loyal (setia atau selalu menggunakan)
produk yang ditawarkan tersebut.
Saat konsumen sudah mencapai tingkat loyal terhadap suatu produk, ini lah
tingkatan tertinggi dari customer
journey. Layaknya seorang patriot yang cinta pada tanah airnya, seorang
konsumen yang loyal juga terkadang akan
mati-matian menjadi “tentara berani mati” yang mempromosikan produk yang
digunakannya (melalui word of mouth),
ataupun menjadi ksatria yang bersedia membela produk tersebut.
Mengingat customer
journey yang terbentuk dan tahapan yang diperlukan untuk mencapai
loyal-nya seorang nasabah, maka sinergitas yang baik dari tahapan awal hingga
kontinuitas interaksi antara produsen dengan konsumen (ataupun nasabah)
mestilah diperhatikan. Karenanya, tidaklah sulit untuk menyimpulkan bahwa antara
marketing program dan konsep relationship marketing hendaknya
saling sinergi dalam mencapai tujuan saat ini dan masa depan, memperbesar market share misalnya. Pasar yang
bergerak dan berkembang secara dinamis (utamanya perbankan) dengan berbagai
variabel konektivitas antar pelaku di dalamnya, baik dari sisi perbankan nya
sendiri (sisi operasional, supporting
ataupun pesaing) dan dari sisi konsumen (utamanya perubahan pola konsumsi
masyakarat), tentu dirasa akan menjadi tantangan yang mau-tidak mau mesti
dihadapi. Namun dengan konsep yang jelas, terarah dan tergambar dalam satu
kesatuan yang utuh tentu tantangan yang ada akan bisa diminimalisir,
sebaliknya malah akan mampu menjadikan tantangan sebagai keunggulan
komparatif dibanding pelaku industri lainnya. (FCP)
|
|
Comments