Pelantikan Jokowi – Jusuf Kalla sebagai Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia 2014 – 2019 yang dilaksanakan 20 oktober
2014 telah memberikan harapan bagi Indonesia baru.
Namun di dalam euphoria pelantikan presiden-wakil
presiden baru ini, mereka malah dihadapkan pada beban subsidi BBM (yang
dianggarkan sebesar Rp. 210.7 T pada APBN 2014) yang dimungkinkan membengkak
dan terancam membebani APBN sendiri.
Tekanan subsidi BBM terhadap APBN sendiri
setidaknya dikarenakan dua asumsi makro utama yang tertuang di APBN 2014 yang
sedikit meleset dari perkiraan, disamping konsumsi BBM subsidi yang over-demand. Pertama, harga ICP (Indonesia Crude Price) yang
dialokasikan hanya sebesar Rp. 210.7 T dengan
|
|
harga dalam APBN yang diasumsikan sebesar USD 105 per barel, namun
nyatanya harga ICP per September USD telah menembus harga 109.69 per barel.
Kedua, hal ini diperparah dengan nilai tukar yang di APBN 2014 hanya
diasumsikan sebesar Rp. 10,500/USD, namun nyatanya kurs tengah BI malah telah
menyentuh angka rata-rata sebesar Rp. 11,976/USD di bulan September ini.
Mengingat
dua hal tersebut, tidak salah kiranya jika hal utama yang dilakukan oleh
Jokowi-JK setelah dilantik, demi menyelamatkan APBN, adalah dengan menaikkan
harga BBM bersubsidi. Kontan (23 september 2014) mengatakan bahwa kemungkinan
kenaikan harga BBM bersubsidi akan sebesar 3.000 per liter pada November 2014.
Namun, tentunya ini akan menimbulkan goncangan utamanya bagi kelompok
masyarakat bawah yang memiliki purchasing
power (daya beli) yang terbatas.
Mendorong
peningkatan inflasi tentu akan menjadi isu utama yang timbul. Mengingat direct effect berupa kenaikan biaya
transportasi dan logistik. Lainnya yang juga akan terimbas langsung karena
kenaikan harga BBM adalah kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Sebabnya sebesar
39.15% pembangkit listrik Indonesia masih bersumber dari BBM dan sejenisnya
(Pusdatin ESDM, 2014). Belum ditambah dengan multiplier effect lainnya.
Deputi bidang Statistik dan Neraca
BPS Sasmito Hadi Wibowo, memprediksikan, jika harga BBM bersubsidi naik
sebesar Rp 3.000 per liter, laju inflasi kemungkinan bisa naik 1,5%. Disamping
itu, Bank Indonesia (BI) juga mengingatkan bahwa kenaikan tarif dasar
listrik (TDL) juga akan memberikan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0.3 -
0.4 %. Ditambah dengan efek “ikutan” lainnya, sehingga dimungkinkan total
efek kenaikan harga BBM bersubsidi akan menambah inflasi sebesar 2%-3% hingga
akhir tahun.
Disisi moneter, kenaikan
inflasi tentunya akan direspon oleh Bank Indonesia (sesuai ITF framework) dengan meningkatkan
BI-rate. Efek lanjutannya tentu juga akan direspon oleh pihak perbankan
dengan meningkatkan suku bunga mereka. Dengan asumsi sumber pendanaan yang
masih terbatas, maka perebutan DPK akan makin ketat.
Mengingat efek yang
ditimbulkan karena kenaikan harga BBM bersubsidi ini, maka diharapkan
pemerintah baru mendatang juga mengakomodasi adanya jaring pengaman agar daya
beli masayarakat (yang juga berimbas pada jumlah penduduk miskin) tetap
terjaga. Begitupun dengan program pencegahan bersifat spekulasi yang biasa
dilakukan oleh pihak yang berusaha mengambil keuntungan dari keadaan ini. (FCP)
|
Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I. p = m + g p e + d Ygap + ε Keterangan; p ; inflasi actual p e ; ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ; GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1. Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11 Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ...
Comments