Skip to main content

Euro Quantitative Easing (QE)

Peluncuran QE di Eropa

B
aru saja ECB (European Central Bank) mengumumkan akan dimulainya era QE (quantitative easing) di eropa, pasar makroekonomi dunia langsung bergolak. QE yang dikeluarkan sendiri dimaksudkan untuk meningkatkan
inflasi di Uni Eropa yang sudah semakin rendah (bahkan tercatat deflasi di bulan Januari), agar mampu mencapai tingkat inflasi optimal (disebutkan sekitar 2%). Selanjutnya diharapkan dengan tingkat inflasi tersebut akan cukup mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan.
Cara yang dilakukan ECB sendiri rencananya adalah dengan menggelontorkan dana untuk membeli sekuritas, utamanya berbentuk government bonds (surat utang pemerintah) di kawasan-kawasan Uni-Eropa. Akibat peluncuran QE ini maka dimungkinkan akan merubah wajah ekonomi Eropa (khsusnya Uni-Eropa) dalam beberapa waktu ke depan. Diperkirakan perubahan utama akan terlihat dari perubahan nilai tukar (kurs) Euro dengan negara-negara lainnya (utamanya dengan negara mitra dagang) mereka, perubahan yields dari government bonds, dan pembentukan ekspektasi inflasi ke depan di kawasan.
Kurs Euro-USD
Periode Nov 2014-Feb 2015
Sumber: Trading Economics (per 4 Februari 2015)
Depresiasi Euro
Besaran QE yang direncanakan akan dikucurkan sendiri akan senilai € 60 trilyun tiap bulannya hingga September 2016 (atau hingga mampu menciptakan tingkat inflasi sebesar 2%), telah mampu merubah peta makroekonomi dunia dalam sekejap. Mungkin tak ada salahnya bila ada pepatah di pasar keuangan yang menyebutkan bahwa “BUY on the rumour, SELL on the fact”. Walau QE sendiri belum dikucurkan, namun lihat yang terjadi pada pasar mata uang (kurs). Arah pasar sudah berbalik. Hal ini diitandai dengan euro yang semakin terdepresiasi, sebaliknya “menolong” apresiasi mata uang negara-negara berkembang (ceteris paribus).
Bayangkan bila nantinya QE benar-benar dikucurkan, mungkin saja shock yang terjadi pada mata uang EUR akan semakin dalam, tetapi tentunya akan bersifat sementara.

Ekspektasi Penurunan Yield Government Bonds
Sementara itu, yields dari government bond, sebagai variabel tujuan utama pengucuran QE ini sendiri masih belum beranjak banyak dari posisi beberapa waktu sebelumnya. Pengucuran QE yang dikhawatirkan akan menurunkan yield dari government bonds, tetapi belum se-fantastis perubahan kurs. Hal ini dikarenakan yield dari government bonds Euro-Zone sendiri sudah berada dalam zona negatif. Sehingga kalaupun turun, penurunan yang terjadi pun akan menjadi sangat tipis.
Pengucuran QE, melalui pembelian government bonds,
Yield Government Bond Euro Zone
Periode 4 Feb 2015
 
Sumber: Financial Times (per 4 Februari 2015)
nantinya direncanakan akan disebar di semua negara -negara yang tergabung dalam Uni-Eropa. Pembagian sendiri juga akan disesuaikan dengan besaran ekonomi (yang diukur dari besaran GDP) masing-masing negara, sehingga diharapkan efek pemberian stimulus berupa QE akan dirasakan dampaknya relatif lebih adil antar negara-negara Uni Eropa.
Economist (27 Januari 2015) menyebutkan hal ini sebagai salah satu cara untuk membuat portfolio rebalancing effect. Dengan kata lain, rendahnya yield dari government bonds diharapkan menjadi pemicu bagi investor untuk bergerak

Tingkat Inflasi Uni Eropa (yoy)
Periode Januari 2011 – Januari 2015
Sumber: Trading Economics (per 5 Februari 2015)
memindahkan aset (investasi) mereka ke bentuk sekuritas (atau aset) lainnya, seperti ke surat utang korporat (corporate bonds) ataupun saham  korporat, dll.  Selanjutnya, hal ini diharapkan akan mampu membuat pasar keuangan kembali bergairah, sehingga juga akan turut memulihkan kepercayaan investor, serta meningkatkan kepercayaan konsumen (consumer confidence) di pasar riil.
Ekspektasi Tingkat Inflasi
Dengan tingkat inflasi yang dicanangkan oleh ECB sebesar 2% hingga 2016, tentunya merupakan sinyal yang jelas bagi pelaku pasar dalam menentu-
kan kebijakan mereka, disesuaikan dengan tingkat inflasi. Namun yang menjadi perhatian adalah seberapa besar tingkat kepercayaan pelaku pasar terhadap target inflasi yang ditetapkan tersebut akan terjadi nantinya (setidaknya hingga 2016). Dengan kata lain, kredibilitas (credibility) ECB merupakan perhatian utama pelaku pasar.
Tentunya bukan suatu hal yang mudah untuk mendorong inflasi menuju tingkat yang diinginkan. Terlebih tingkat inflasi di Eropa terakhir kali mencatatkan angka 2% terjadi di Januari 2013. Semenjak saat itu, tingkat inflasi Eropa selalu bergerak dengan tren menurun, dimana titik terendahnya terjadi dalam 2 bulan terakhir (Desember 2014 dan Januari 2015), dengan catatan tingkat inflasi Eropa berada pada angka minus (deflasi), sebesar 0,2% dan 0,6%.
Kedepan, terdapat beberapa isu utama yang akan menjadi perhatian di Uni Eropa sendiri, dalam tujuannya mencapai inflasi optimal. Pertama adalah bagaimana mengelola besaran hutang negara-negara yang tergolong dalam Uni Eropa, khususnya pemerintah Italia (sebagai negara  dengan perekonomian ketiga terbesar di zona Uni Eropa). Seterusnya, keluarnya Yunani dari Uni-Eropa (Greexit), penguatan mata uang Swiss terhadap Euro (sehingga timbul wacana akan diberlakukannya peg mata uang Euro dan Swiss), serta situasi politik dan keamanan di Eropa timur yang masih bergejolak, disamping itu tentunya situasi ekonomi dunia lainnya (misal : China, US, dan harga komoditas dunia).
Tantangan Dan Peluang Ke Depan Bagi Indonesia
Bagi Indonesia sendiri, QE yang berlangsung di Eropa tentunya akan menimbulkan efek bagi perekonomian domestik. Hal yang pertama kali terlihat tentunya adalah kurs antara Rupiah-Euro. Sehingga tidak heran hanya dalam 2 bulan terakhir, depresiasi Euro terhadap rupiah mencapai lebih-kurang sebesar 10%. Ke depan, dampak awal akan terlihat di sektor perdagangan, khususnya ekspor-impor antara kedua negara. 
Nilai Ekspor-Impor dan FDI Indonesia-Uni Eropa (yoy)
Periode Tahun 2010 – Tahun 2014*
Ket; *: Impor dan ekspor (hingga November 2014)
        *: FDI merupakan nilai FDI Uni Eropa di Indonesia (hingga Q3-2014)
Sumber; Bank Indonesia (2015)
Kurs Euro-IDR
Periode Nov 2014-Feb 2015
Sumber: Trading Economics (per 4 Februari 2015)
 
Tentunya dengan nilai kurs Euro yang cenderung terdepresiasi, nilai perdagangan akan turut menurun (in term of the same amount of goods). Begitupun dengan kecenderungan dengan “seakan” makin murahnya barang-barang dari Eropa, dan sebaliknya. Seterusnya adalah kemungkinan adanya perubahan invoice currency. Walau saat ini perdagangan antara Uni-Eropa dan Indonesia masih banyak menggunakan vehicle currency (berupa USD), namun tidak tertutup kemungkinan (terutama dalam rangka menjaga nilai) ke depannya, maka kedua belah pihak akan cenderung menggunakan mata uang kedua belah pihak,terlebih dalam tujuan QE tersirat keinginan Uni Eropa untuk cenderung menggalakkan penggunaan Euro dalam transaksi mereka.
Pengaruh selanjutnya adalah sektor investasi. Ke depan, dimungkinkan nilai FDI Uni Eropa ke Indonesia akan menurun karena akan lebih diarahkan untuk menunjang perekonomian kawasan Uni Eropa sendiri. (FCP)
 
  


Di post juga di Upadate Makro-Panin
Edisi Bulan Februari 2015

13 Febr 2015
04.45 PM

Comments

Popular posts from this blog

Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997)_Review

Thomas M. Humphrey Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997) Terdapatnya hubungan antara market price dengan money’s value in terms of goods Quantity Theory of Money Demand Fisher mecoba menjelaskan hubungan antara total quantity of money (M) dan jumlah total spending terhadap final goods and services yang diproduksi dalam perekonomian (yang dipengaruhi oleh tingat harga, P; dan aggregate output,Y). Sementara velocity of money (V) merupakan total spending (P×Y) dibagi quantity of money (M), atau; Saat money market berada di equilibrium (M = Md), menggunakan k sebagairepresentasi dari 1/V (constant); Fisher juga menjelaskan bahwa demand for money dipengaruhi oleh; 1) Oleh evel transaksi disebabkan oleh level of nominal income (PY) 2) Oleh institusi dalam perekonomian yang disebabkan oleh bagaimana masyarakat melakukan transaksi (yang akan mempengaruhi V, dan seterusnya, k) Fisher; public’s real demand for money terutama mengacu pada domestic price level Wicksell; non-monetary de...

test-test existing of philips curve in Indonesia

Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I.    p = m + g p e + d Ygap + ε     Keterangan;       p ;            inflasi actual p e ;          ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ;    GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1.                 Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11   Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.   ...

Investor Takut, Penawaran di Lelang SUN Menciut

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran investor terhadap penanganan penyebaran COVID-19 di Indonesia membuat jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) kian menciut. Dalam lelang yang digelar hari ini, Selasa (14/4/2020), total penawaran yang masuk mencapai Rp27,65 triliun. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang tahun berjalan. Total nominal yang dimenangkan pemerintah dalam lelang tersebut mencapai Rp16,88 triliun. Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan angka penawaran yang rendah dalam lelang SUN hari ini disebabkan kekhawatiran investor terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Terlebih, berbagai upaya yang dilakukan belum membuat kurva penyebaran melandai. “Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang risiko perekonomian dan recovery Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/4/2020). Fikri menilai minimnya penawaran yang masuk dalam lelang SUN bukan disebabkan oleh risk appetite. Menurutnya, SUN semestikan r...