Skip to main content

“Next Generation Bank” Model


Dalam menjawab tantangan perbankan yang semakin kompleks, diiringi dengan perubahan perilaku konsumen, persaingan pasar yang semakin kompetitif, integrasi perekonomian regional dan global, serta berbagai macam bentukresiko yang mungkin timbul, menghendaki Bank untuk memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Accenture (2011) menterjemahkan kemampuan adaptasi harus dilakukan melalui dua tahap, yakni “Do the basics right” dan “Next Generation Bank”.
Gambar 7.1 : The Next Generation Bank Models
Sumber: Accenture (2011)

Do the basics right” merupakan tahapan dalam memperbaiki dan menyem-purnakan sisi operasional sehingga mampu men-ciptakan efisiensi, hubungan baik dengan konsumen, dan 

keuntungan optimal. Sementara “Next Generation Bank” dapat diartikan sebagai tahapan dalam meningkatkan fungsi dasar perbankan (melalui moder-nisasi channel), ”smart sizing” jaringan distribusi, dan pengembangan berba-gai macam bentuk lini bisnis serta berbagai macam bentuk layanan operasional dalam meningkatkan kemampuan bersaing dan berkembang di masa depan.


“Next Generation Bank”
Kemampuan adaptasi ini hendaknya selaras dengan “Business Bank Models” yang berbeda-beda dari setiap individu Bank. Karenanya Business Bank Models sendiri hendaknya menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1.       Hal dan bentuk channel (atau multichannel) seperti apa yang mampu menggaet konsumen dan mampu menjawab kebutuhan finansial mereka? Tentunya ini juga disertai dengan strategi penerapannya di lapangan. Pertanyaan ini berfungsi sebagai analisa inti dari suatu Business Bank Models yang dibangun.
2.       Hal apa yang akan mampu meningkatkan customer intimacy (atau social engaging) dari suatu Bank?
3.       Hal apa yang akan mampu menjadikan Bank sebagai pusat suatu ekosistem (baik financial ataupun non-financial) dalam masyarakat?
Secara umum, perubahan mecolok yang dirasakan dari adanya perubahan Business Bank Model, menuju “Next Generation Bank Model” hingga mencapai “Financial/Non-Financial Digital Ecosystem Bank” ditandai dengan 2 hal utama, yakni;
1.    Semakin modern-nya perangkat (device) yang digunakan dan layanan yang diberikan oleh perbankan. Modernisasi ini terkait produk dan pelayanan terhadap nasabah, bentuk interaksi yang dilakukan dengan nasabah (baik di kantor cabang maupun di multimedia channel), dan bagaimana menciptakan jenis pendapatan (profit) bagi Bank sendiri.
2.    Terciptanya layanan yang lebih humanis dan personal dalam menjawab need&wants nasabah/konsumen (ataupun calon konsumen).




Modernisasi perangkat (device) dan layanan perbankan terlihat dari makin banyaknya platform elektronik yang tersedia. Sebut saja, layanan ATM, SMS Banking, layanan M-Banking (ditandai dengan sukses nya M-Pesa di Kenya), hingga layanan pengiriman uang meng-gunakan media twitter (dikenal dengan S-Money, dikembangkan oleh Bank BPCE di Perancis). Bahkan Bank Commonwealth-Australia melalui 
Gambar 7.2 : Halaman Awal Website “Kaching” (Bank Common
wealth-Australia)
Sumber:  www.commbank.com.au (2014)
layanan “Kaching” (lihat gambar 7.2, disamping) telah menyediakan layanan yang lebih personal bagi konsumen.
 
Di Indonesia sendiri, dengan penduduk yang lebih dari 240 juta orang, pola konsumsi dan usia yang beragam, tentu menyajikan needs&wants yang unik dari para konsumennya. Penduduk yang berusia lebih tua, dengan aset (dan deposit) yang lebih besar serta kebutuhan layanan yang bersifat lebih konvensional, tentu merupakan target pasar yang menjanjikan bagi Bank. Namun perlu diperhatikan bahwa, kelompok ini cenderung membutuhkan biaya relationship baik service dan maintenance) yang lebih besar. Sebaliknya, kelompok penduduk yang berusia lebih muda, dengan aset yang lebih rendah dan biaya relationship yang relatif lebih rendah, namun fitur, layanan dan tingkat penggunaan yang mereka butuhkan cenderung lebih kompleks dan up to date.
Bagi banyak Bank, mungkin kaum muda dipandang sebagai kunci pertumbuhan perbankan. Tapi mengingat karakteristik kelompok ini, dimana kecendrungannya akan lebih men-generate non-interest income bagi Bank. Sementara, kelompok yang berusia lebih tua, cenderung men-generate net interest income. Sehingga secara tidak langsung dimungkinkan  munculnya sintesa (ataupun hipotesis) bahwa jika terjadi pertumbuhan net interest income yang lebih tinggi dibanding non-interest income, maka menggambarkan basis pasar Bank tersebut merupakan kelompok berusia lebih tua, begitupun sebaliknya. Namun alangkah baiknya jika segmen pasar yang dimiliki oleh suatu Bank cenderung seimbang. Sehingga memungkinkan Bank untuk menghasilkan profit secara maksimal, pertumbuhan Bank pun akan berkelanjutan (inter-generation), disamping faktor risiko yang lebih kecil (karena adanya distribusi risiko antar konsumen). 
Branch Experience Merupakan Kunci Customer Satisfaction
Bagi kelompok usia tua dan usia muda, dalam menarik konsumen baru (calon konsumen), tingkat awareness yang baik tentunya diperlukan dalam menarik minat mereka. Sementara untuk menjaga loyalitas nasabah (nasabah existing), tingkat kenyamanan (customer satisfaction) yang mereka rasakan (experience) merupakan hal yang perlu diperhatikan. Bagi usia muda, kecenderungan akan hadirnya layanan yang update merupakan faktor penarik dan salah satu trigger baik atau buruknya customer satisfaction mereka. Sedangkan bagi usia lainnya, tentu hal faktor penarik dan trigger nya akan berbeda.
Sehingga perbankan selain dituntut menyajikan layanan yang modern dan berbentuk online hendaknya juga diikuti dengan interaksi berbentuk offline, namun dengan catatan bahwa kedua bentuk interaksi tersebut bersifat humanis dan personal. Ini senada dengan Bose (2014) yang memperingatkan bahwa selain diperlukannya modernisasi layanan perbankan, branch experience (interaksi nasabah terhadap kantor cabang) juga tetap diperhatikan. Ini demi meminimalisir terjadinya Marketing Myopia (fokus marketing yang hanya berorientasi pada produk semata, bukan pada kebutuhan konsumen). Bagaimanapun, merujuk kepada survei yang dilakukan oleh banyak lembaga kredibel dunia, branch experience tetap merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi customer satisfaction.
Seiring dengan hal tersebut, serta dengan makin beragamnya kelompok nasabah (dan calon nasabah) yang dimiliki, maka hendaknya Bank juga menyesuaikan dengan layanan kantor cabang mereka. Accenture (2011) sendiri membagi layanan kantor cabang ini menjadi 4 bentuk kantor cabang sesuai dengan fungsi dan layanan yang diberikannya masing-masing (lihat tabel 7.1, di bawah).

Tabel 7.1 : Bentuk Kantor Cabang Berdasarkan Fungsi
 


 Sumber: Accenture (2011)


Mengingat pentingnya branch experiences, bahkan lebih penting dari tingkat bunga dan fee, Camhi (2014) juga mengingatkan bahwa perilaku yang semata-mata melakukan otomatisasi atupun dengan memangkas jumlah karyawan malah akan bisa menjadi bumerang bagi perbankan, alih-alih untuk menurunkan biaya operasional. Namun, yang saat ini diperlukan adalah staf operasional yang lebih dari sekedar teller ataupun bankir semata.

Gambar 7.3 : Income Bank NBT-Corp
 
(dalam ribu USD)



 (dalam ribu USD)
Hal ini lah yang telah dilakukan Extraco Bank (Amerika Serikat) di tahun 2014, dimana mereka mengubah fungsi staf dari yang berfungsi “konvensional saja” menjadi staf yang lebih inovatif, yakni mampu melakukan tugas operasional, melakukan transaksi, memberikan saran dan bantuan terkait layanan keuangan yang dibutuhkan konsumen, bahkan mampu memberikan petunjuk terkait cara penggunaan ATM ataupun layanan aplikasi mobile banking kepada para nasabah. Lebih lanjut, Geeslin (vice chaiman Bank Extraco), juga menyatakan bahwa hal teresebut juga diikuti dengan manajer cabang yang bersifat layaknya working manager, dimana manajer terka-
Sumber; Laporan Keuangan NBT-BANCORP (2014)
dang juga turut ambil bagian dalam melayani konsumen secara langsung.
 

Pola intensifikasi staff ini juga diterapkan oleh Bank NBT-Corp, dimana mereka lebih menekankan bagaimana meningkatkan customer engagement dengan konsumen mereka, tidak mengherankan telah menjadikan para staf bank mereka sebagai partner dan sering terlibat dalam pembicaraan terkait kehidupan keuangan (financial lives) para konsumen nya. Dengan program intensifikasi staf tersebut, hasilnya mampu meningkatkan nilai customer satisfaction sebesar 20% dari sebelumnya, penggunaan layanan digital (diukur dari penggunaan ATM) jugameningkat sebesar 54%, sebaliknya transaksi via teller menurun sebesar 19%, tingkat akuisisi (dan sales) produk lebih meningkat (karena staf lebih bisa fokus dalam membangun customer engagement), biaya operasional menurun sebesar 20%, dan hasil akhirnya income (baik net interest income dan non-interest income) bahkan bisa meningkat sebesar 2 kali lipat (lihat gambar 7.3, di atas). Terlebih, dan patut dicatat, bahwa hal ini didapatkan hanya dalam kurun waktu 1 tahun setelah Business Bank Model diperbaharui, hingga ke tingkat operasional! (FCP)



Di post tgl 20 Januari 2015 (telah dimasukkan dalam Update Makro Panin bulan Desember)
Meja sebelah Jendela

Comments

Popular posts from this blog

Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997)_Review

Thomas M. Humphrey Fisher and Wicksell on the Quantity Theory (1997) Terdapatnya hubungan antara market price dengan money’s value in terms of goods Quantity Theory of Money Demand Fisher mecoba menjelaskan hubungan antara total quantity of money (M) dan jumlah total spending terhadap final goods and services yang diproduksi dalam perekonomian (yang dipengaruhi oleh tingat harga, P; dan aggregate output,Y). Sementara velocity of money (V) merupakan total spending (P×Y) dibagi quantity of money (M), atau; Saat money market berada di equilibrium (M = Md), menggunakan k sebagairepresentasi dari 1/V (constant); Fisher juga menjelaskan bahwa demand for money dipengaruhi oleh; 1) Oleh evel transaksi disebabkan oleh level of nominal income (PY) 2) Oleh institusi dalam perekonomian yang disebabkan oleh bagaimana masyarakat melakukan transaksi (yang akan mempengaruhi V, dan seterusnya, k) Fisher; public’s real demand for money terutama mengacu pada domestic price level Wicksell; non-monetary de...

test-test existing of philips curve in Indonesia

Philips Curve (berdasarkan Solikin, 2004) I.    p = m + g p e + d Ygap + ε     Keterangan;       p ;            inflasi actual p e ;          ekspektasi inflasi (menggunakan Hodrick-Prescot filter) Y gap ;    GDPriil gap (GDPriil – GDPriilexpected) 1.                 Full Sampel - Data Tahunan (1961-2010) Dependent Variable: CPIINF Method: Least Squares Date: 03/18/11   Time: 17:55 Sample: 1961 2010 Included observations: 50 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.   ...

Investor Takut, Penawaran di Lelang SUN Menciut

Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran investor terhadap penanganan penyebaran COVID-19 di Indonesia membuat jumlah penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) kian menciut. Dalam lelang yang digelar hari ini, Selasa (14/4/2020), total penawaran yang masuk mencapai Rp27,65 triliun. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang tahun berjalan. Total nominal yang dimenangkan pemerintah dalam lelang tersebut mencapai Rp16,88 triliun. Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan angka penawaran yang rendah dalam lelang SUN hari ini disebabkan kekhawatiran investor terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Terlebih, berbagai upaya yang dilakukan belum membuat kurva penyebaran melandai. “Hal ini dikhawatirkan akan memperpanjang risiko perekonomian dan recovery Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (14/4/2020). Fikri menilai minimnya penawaran yang masuk dalam lelang SUN bukan disebabkan oleh risk appetite. Menurutnya, SUN semestikan r...